Translate

Minggu, 23 September 2018

Pahlawan Bumi yang Terlupakan.

Di dunia ini ada hal-hal berpasangan, seperti hal nya siang dan malam, duka dan cita, laki-laki dan perempuan, kenangan dan yang terlupakan. 

Bercerita tentang anak manusia, mereka tumbuh dewasa menjadi pemimpin peradaban, semua itu tak terlepas dari siklus pergantian, sepertinya halnya pagi dan malam. Seorang manusia dilahirkan kemudian dirawat dan dididik oleh makhluk yang bernama orang tua, sebagian anak manusia menyebut mereka Ayah dan Ibu. Kemudian suatu masa sang anak akan memainkan peran juga sebagai Ayah dan Ibu.


Ada kenangan dan ada yang terlupakan. Seorang tokoh proklamasi sebuah negara yang berada di antara dua samudera, mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawan nya. Kata-kata yang bila kita renungkan bisa bersifat universal, bukanlah sesuatu yang berlebihan bila kita sebut orang tua adalah seorang pahlawan kehidupan bangsa manusia. 

Mengapa tidak, mereka yang pada mulanya adalah seorang pemuda pemudi dengan setinggi bintang dilangit harapan dan cita-cita kemudian fase kehidupan mempertemukan dua anak manusia yang sudah ditakdirkan menjadi suami istri menjalankan kewajiban masing-masing. Singkat cerita hadirlah titipan Tuhan, seorang anak manusia yang belum bisa berbicara mengutarakan keinginannya. Dua orang manusia akhirnya memainkan peran ganda suami-Ayah lalu Istri-Ibu. 

Tidak mudah dan tidak sedikit pengorbanan yang mereka lakukan salah satunya adalah melupakan cita-cita muda mereka, mengorbankan waktu dan tenaga untuk seorang anak agar bisa menjadi seorang manusia seutuhnya, khalifah-pemimpin bumi. Tidak sedikit cerita malang nasib sang orang tua, tidak sedikit cerita sang anak manusia yang pada saat sudah mengenggam dunia di tangannya menjadi kacang yang lupa akan kulitnya. Hari ini tampak nyata banyak seorang perempuan renta, yang sudah lemah ingatannya, gemetar langkahnya, kabur pandangannya, samar pendengarannya. Mereka menjadi manusia menyedihkan yang sepi ditengah keramaian. Salah satu sebab, sang anak manusia ada yang lupa akan jasa pahlawan kehidupan nya. Mereka terlena dengan ambisi nya, terhanyut dengan kebahagiaan yang saat ini mereka rasakan di kehidupan baru nya, menikmati peran barunya. 
Sungguh memang manusia bersifat pelupa dan Tuhan manusia Allah yang satu Maha pengampun dan penerima tobat. 

Lupakan sejenak ambisi untuk mengenggam dunia. Ingatlah pengorbanan seorang Pahlawan yang melupakan dunia untuk anak bisa gagah menantang matahari bahkan hampir mengenggam dunia. Orang tua akan menua dan lemah sementara sang anak akan tumbuh dewasa dan kuat. 

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Isra: 23)

Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah, pemimpin bumi-seorang makhluk mulia. Islam mengajarkan bahwa kemulian akhlak seorang anak tercermin dengan baktinya kepada kedua orang tuanya.  Kemulian dapat diraih ketika manusia menang melawan hawa nafsunya. Lupakan sejenak ambisi, ingat kembali pengorbanan Sang pahlawan kehidupan.

رغمَ أنفُ ، ثم رغم أنفُ ، ثم رغم أنفُ قيل : من ؟ يا رسولَ اللهِ ! قال : من أدرك أبويه عند الكبرِ ، أحدَّهما أو كليهما فلم يَدْخلِ الجنةَ

“Kehinaan, kehinaan, kehinaan“. Para sahabat bertanya: “siapa wahai Rasulullah?”. Nabi menjawab: “Orang yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup ketika mereka sudah tua, baik salah satuya atau keduanya, namun orang tadi tidak masuk surga” (HR. Muslim 2551)

Seorang manusia diciptakan untuk menjadi makhluk mulia di sisi Tuhan, bukan untuk menjadi hina. Sehingga  menjadi mulia atau hina itu sebuah pilihan. 

Sebuah renungan untuk saya pribadi yang menulis dan untuk pembaca yang tersentuh hatinya. 

Masyithah, Bengkulu 24 September 2018